Powered By Blogger

Senin, 01 November 2010

Ayam Pelung

Sejarah Ayam Pelung

Ayam Pelung merupakan salah satu plasma nutfah ternak asli Indonesia. ayam Pelung ditemukan di desa Bumi Kasih, Jambu Dipa, Songgom dan Tegal Lega, yang terletak di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dipelihara masyarakat utamanya untuk suara jago yang khas. Populasi pada tahun 1994 sekitar 5-6 ribu ekor dan berkembang mencapai kurang lebih 40 ribu ekor pada tahun 2003. Ayam Pelung pada umumnya dipelihara secara intensif sederhana oleh para peternak dalam jumlah terbatas untuk tujuan mendapatkan ayam-ayam jantan. Jenis pakan yang diberikan sangat berbeda dari satu peternak ke peternak lain. Pakan jadi komersial dikombinasikan dengan bahan-bahan pakan lokal seperti dedak padi, belut, dan/atau siput. Program vaksinasi tetelo (ND=Newcastle Desease) dilaksanakan secara teratur 3) dan pencegahan penyakit dilaksanakan semaksimal mungkin tergantung pengetahuan dan ketersediaan dana.

Ciri Khas Ayam Pelung


Ciri-ciri fisik ayam pelung, antara lain : warna bulu beragam, campuran warna hitam, merah dan kuning; warna kulit : kuning – pucat; bentuk tubuh  ayam jantan bulat memanjang, sedangkan ayam betina lebih lonjong; bentuk kaki  tegak dan agak panjang; jengger  tebal, tegak, berwarna merah cerah, jengger tunggal pinggirnya bergerigi nyata; pada ayam betina jengger tidak berkembang dengan baik, wajah merah berisi. Ayam Pelung mempunyai perdagingan yang tebal, serta perototan dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan ayam buras lainnya. Mempunyai kaki yang kokoh, sisik kaki lebih kasar dan taji yang kuat (pada jantan).
Ayam pelung mempunyai beberapa ciri khas yang sangat menarik masyarakat yaitu suara berkokok yang panjang mengalun, pertumbuhannya cepat dan postur badannya yang besar. Bila sedang berkokok, leher dilengkungkan ke bawah terkadang hingga menyentuh tanah. Mempunyai sifat dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada daerah dengan ketinggian 500-1500 m di atas permukaan laut. Secara fisik, ayam yang menjadi ciri khas Cianjur ini memang terkesan besar, beratnya saja bisa mencapai 5-6 kg untuk ayam jantan dewasa dan tingginya antara 40 sampai 50 cm. Dengan kelebihan itulah ayam pelung sering dijadikan arena kontes untuk dinilai, baik dari bentuk, warna dan suaranya. Pada mulanya kontes ini diselenggarakan antar teman yang sama-sama penggemar ayam pelung. Dahulu ajang ini disebut kongkur (conqour) dan sampai sekarang sebutan tersebut masih sering dipakai.
Kongkur biasanya diadakan antara bulan April sampai Juni dan diadakan di lapangan yang luas dan rimbun dari pepohonan serta tidak berisik. Biasanya setiap penyelenggaraan kongkur selalu ramai disaksikan oleh penduduk setempat. Kriterian penilaian mulai dari kesehatan, bentuk, umur, dan suara. Secara fisik ayam pelung tidak terlalu beda dengan ayam kampung biasa, yang menjadi ciri khas dan keunikan ayam pelung ini adalah suara berkokoknya. Bila ayam ini dirawat dan dilatih dengan baik, maka akan menghasilkan suara berkokoknya yang begitu merdu didengar.

Perawatan Ayam Pelung

Pada umumnya para peternak melakukan pemeliharaan ayam Pelung secara sederhana. Namun ada peternak yang menggunakan kandang berbentuk postal. Ayam jantan yang sudah mulai bersuara dimasukkan ke dalam kandang khusus yang diletakkan 2 meter di atas tanah. Hal ini dimaksudkan agar suaranya terdengar lebih jauh. Pemeliharaan ayam betina dan anak-anaknya dilakukan seperti halnya pemeliharaan ayam buras lainnya. Makanan khusus, diberikan pada ayam jantan yang telah bersuara baik. Sesekali diberikan makanan tambahan berupa cincangan anak katak hijau, cincangan belut, ikan-ikan kecil dan untuk mempermulus suaranya diberikan mentega dan pisang siam. Secara khusus ayam jantan yang bersuara baik, perlu diberikan perawatan khusus dengan memandikannya sekali seminggu.
Pada pemeliharaan anakan, tahap yang perlu dilakukan adalah membersihkan sangkar atau induk buatan dengan menyemperotkan obat cuci hama. Lantai sebaiknya diberi Koran atau kertas sejenis agar kaki anakan yang masih kecil tidak terperosok ke dalam celah-celah kawat. Disisi kanan dan kiri sangkar sebaiknya dilapisi plastik yang bertujuan untuk menghindari dari tiupan angin secara langsung. Ditengah-tengah kotak/sangkar diberi lampu pemanas yang berkap dengan bola lampu antara 40 <_ 60 watt. Tempat pakan dan minum diletakkan menyilang dari lampu pemanas. Letak sangkar atau kandang anakan harus cukup jauh dari kandang induknya dan dari lokasi rumah tinggal. Usahakan letak sangkar/kotak selalu terkena sinar matahari pagi dan menghadap ketimur atau kebarat Pakan diberikan dalam bentuk butiran pecah misalnya menir dicampur makanan ayam broiler. Pemberian vitamin dan pemacu pertumbuhan dapat dicampur dalam air minumnya. Air minum jangan diambilkan dari air PAM melainkan dari sumur yang telah diendapkan selama semalam. Secara bertahap setelah berumur 4 hari diberi vaksin ND strain F lewat tetes mata, kemudian diulangi pada umur 4 minggu dengan tetes mulut Setelah anakan berumur lebih dari 3 bulan disebut dengan ayam dara dan harus dipindahkan ke kandang yang lebih besar. Sebaiknya kandang disemprot dengan obat suci hama seminggu sebelum dipakai dan usahakan agar kandang selalu terkena sinar matahari pagi. Disisi kiri dan kanan kandang diberi plastik tembus pandang untuk menahan tiupan angin Pakan yang diberikan adalah campuran antara bekatul dengan konsentrat dengan perbandingan 5 : 1 atau dapat juga diberikan makanan jadi dan diberikan 4 kali sehari secara tepat waktu. Usahakan agar sirkulasi udara hanya dari satu arah jangan sampai terjadi udara berputar didalam kandang. Vaksin ND strain K dapat diberikan lewat suntikan, dan perlu diulang setiap 4 bulan berikutnya. Pada tahap perkawinan, yang perlu dilakukan adalah memilih 4 sampai 6 ayam betina sehat yang telah berumur lebih dari 6 bulan. Gunakan pejantan yang lebih tua, paling tidak berumur lebih dari 12 bulan, bukan dari keturunan yang sama dengan induk betina. Pejantan unggul harus mempunyai kemampuan seksual yang tinggi, sehat lincah dan kokoh Kemudian induk betina dan pejantan dicampur dalam satu kandang perkawinan agar mau kawin secara alamiah. Setelah selesai tugasnya, pejantan dapat diambil kemudian dimasukkan ke dalam sangkar/kandang soliter

Penyakit pada Ayam Pelung

Beberapa penyakit yang menyerang pada ayam pelung, dan ayam hias lainnya adalah :
a.Salesma atau snot
Penyakit salesma/snot menyerang pada musim hujan. Ayam yang dipelihara di daerah yang banyak angin, atau tempat pemeliharaannya kurang bersih dapat juga terjangkit penyakit ini. Adapun penyebabnya adalah bakteri Haemophilus gallinarum. Penyakit ini menyerang ayam hias dari semua umur. Gejala-gejala jika terserang penyakit ini adalah dari lubang hidung keluar lendir encer, kemudian lendir tersebut menjadi kental, ayam kelihatan lesu dan pernafasannya terganggu sehingga ayam sering bersin, hidung dan matanya kelihatan membengkak, ayam kelihatan malas dan nafsu makannya menurun,

b. Tetelo (New Castle Disease)
Penyakit ini sering menyerang ayam bias baik yang sudah dewasa atau yang masih kecil. Penyebab penyakit ini adalah virus dan penularannya biasanya secara hubungan langsung dengan ayam yang sakit atau juga melalui sangkar, tempat makan atau tempat minum yang kurang bersih. Gejala penyakit ini adalah pernafasan terganggu, terengah-engah, bersin, batuk dan nafasnya mendengkur, badan lemah dan lesu, nafsu makan hilang, kotoran cair, berwarna hijau kekuning-kuningan, dan kadang-kadang bercampur darah, syarafnya terganggu, badan gemetar dan disertai kelumpuhan.
c.Cacingan
Dua jenis cacing yang menyerang pada ayam yaitu cacing pita dan cacing bulat. Gejala yang menyerang adalah ayam kelihatan lesu dan pialnya pucat, nafsu makan berkurang, beraknya mencret dan berlendir dan berwarna keputih-putihan seperti kapur, sayap menggantung dan warna bulunya kusam,
Serta pertumbuhan badannya terlambat.